Sabtu, 16 Oktober 2010

PERKEMBANGAN ISLAM DIKAMBOJA

BAB I
PENDAHULUAN
Islam di Asia Tenggara memiliki sejarah panjang dan tersendiri. Beberapa negara utama di kawasan ini, seperti Malaysia, Indonesia, dan Brunai Darussalam adalah negara-negara dengan mayoritas muslim. Bahakan jumlah penduduk muslim yang ada di Asia Tenggara melebihi jumlah penduduk yang ada di kawasan Timur Tengah. Namun demikian Asia Tenggara masih menyisakan beberapa kelompok Islam sebagai minoritas.
Minoritas muslim di Asia Tenggara juga tampak beragam meskipun terdapat setidaknya dua hal yang bisa membantu menjelaskan masyarakat Islam Minoritas itu. Pertama, mereka yang terbentuk akibat migrasi ke negeri dan kawasan yang telah memiliki pemerintahan dan sistem nasional yan kokoh. Termasuk dalam kelompok minoritas ini adalah para pedagang muslim, yang kebanyakan berasal dari anak benua India, Myanmar, Arab, Yunnan, Vietnam, Kampuchea, laos, dan Thailand utara. Kedua, masyarakat muslim penghuni asal yang mendapati diri mereka menjadi minoritas karena perubahan dan perkembanagn geografis dan politik. Kasus paling nyata dalam hal ini terjadi pada masyarakat Singapura pada abad ke-19 dan kaum muslim Pattani di Thailand pada perempat terakhir abad ke-18
Sering terjadi perbenturan antar Islam dan kelompok lain di daerah non-Islam. Konflik seperti inilah yang mengindikan banyaknya permaslahan yang komplek yang dihadapi minoritas Islam di Asia Tenggara. Ditambah lagi dengan kesenjangan di berbagai bidang seperti pendidikan dan ekonomi membuat semangat kemerdekaan diri tidak mudah hilang.

Namun, dari semuanya itu perkembangan minoritas Islam di kawasan Asia Tenggara memberikan harapan dan tantangan baru bagi munculnya corak dan ragam Islam yang lebih mudah menerima konsekuensi pluralisme agama dan budaya, serta mampu menunjukkan daya saingnya di tengah-tengah kecenderungan kompetisi global di hampir segala bidang.
 BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN ISLAM DIKAMBOJA
Beberapa permasalahan Islam minoritas diantaranya dapat ditemui di daerah Pattani (Thailand), Moro (Philipina) dan Cham (Vietnam, Kamboja dan Thailand).
  1. Muslim Pattani
1)      Sejarah Awal Islam di Pattani
Islam diperkirakan masuk ke kawasan Pattani, Thailand selatan pada abad X atau XI lewat jalur perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan para guru sufi pengembara dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India. Bukti yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan arab di dekat kampung Kampung Teluk Cik Munah, Pekan pahang yang bertarikh 1028 M. orang-orang Siam (Thai) mengenal orang-orang ini dengan sebutan Khei atau Khaek yang secara bahasa berarti pendatang atau orang yang datang menumpang.
Pada masa jayanya di daerah ini terdapat kerajaan Islam Melayu yang yang maju dan menjadi salah satu pusat perdagangan Asia Tenggara. Kerajaan ini dikenal dengan Negeri Pattani besar mencakup berbagai wilayah seperti kawasan pesisir timur Semenanjung Malaka, Teluk Siam, dan kawasan laut China Selatan seperti narathiwat (Teluban), Yala (Jalor) dan sebagian Senggora (Songkla, sebayor dan Tibor).

2)      Pergulatan Politik Minoritas Muslim Pattani
Penguasaan Pattani oleh Thailand terjadi pada tahun 1785, secara berturut-turut pemerintah Thai memberlakukan beberapa kebijakan politik. Diantaranya adalah kebijakan politik devide et impera (1816-1902), kebijakan integrasi dan pembangunan nasional (1902-1940), kebijakan asimilasi kebudayaan dan transmigrasi (1940-1980), dan kebijakan Tai Rum Jen serta Kuam Wang Mai atau lebih dikenal dengan Aspirasi baru yang diberlakukan sejak tahun 1980 hingga sekarang.
Sedangkan proses lenyapnya kekuasaan kerajaan Pattani dan masuknya ke dalam kekuasaan Thailand (Siam) disebut dengan Thesaphiban. Proses ini terjadi pada tahun 1902 M dan diikuti dengan proses pembauran (Siamisasi). Raja kehilangan kewibawaan dalam bidang politik dan ekonomi. Sementara itu, peranan ulama, semakin kecil karena adanya pembatasan pelaksanaan syariat. Peristiwa ini merugikan kaum muslim dan sebagai akibatnya terjadi pemberontakan lokal terhadap Bangkok yang dipimpin para ulama pada tahun 1910 dan 1911.
3)      Kehidupan Masyarakat
Pemerintah Thailand seringkali menyebut orang Muslim pattani sebagai Islam Thai sebuah istilah yang sebenarnya kurang tepat karena mereka lebih dekat dengan etnis dan budaya melayu daripada Thailand. Mereka adalah kelompok etnik yang terpisah dari induknya dunia melayu muslim Asia Tenggara. Sampai akhir abad XIX, kehidupan ekonomi Pattani bergantung kegiatan ekonomi subsisten, seperti pertanian padi, penagkapan ikan, pertambangan, dan perdagangan eceran.
Struktur sosial di Pattani menunjukkan kedudukan sosial, ekonomi, dan politik muslim Pattani berada pada tingkat bawah. Sejak perang Pasifik, bidang politik hampir seluruhnya berada dalam dominasi kelompok etnis Thai. Sementara dalam bidang ekonomi dalam skala besar merupakan lahan bagi etnis Cina. Jenis pekerjaan yang masih mungkin adalah ekonomi tradisional yang bersifat subsisten. Tidaklah mengherankan apabila sebgian masyarakat terutama generasi muda yang lebi tertari untuk migrasi ke kota-kota besar seperti Bangkok bahkan sampai Malaysia dan Singapura.
4)      Perkembangan Keagamaan
Perkembangan Islam di pattani dapat dikatakan sebanding dengan perkembangan Islam di Nusantara. Pada zaman kerajaan dan kesultanan di Pattani, Islam menjadi simbol dan paradigma dalam sistem pemerinahannya. Adapun di daerah lain seperti bangkok dan daerah utara pengaruh Islam lebih terbatas pada pribadi.
Sekarang ini, kebebasan memeluk agama dan mengamalkannya dijamin pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya Undang-undang Kelembagaan Negara Thailand tahun 1997 akta nomor 38. hal ini tentu saja memberikan kesempatan bagi muslim untuk menjalankan syariatnya. Mereka bisa melakukan pernikahan dan melaksanakan hukum waris sesuai kaidah hukum Islam yang berlaku.

  1. Muslim Moro
1)      Sejarah Awal Islam Moro
Muslim Moro berada di negara Filipina. Negara Filipina adalah negera kepulauan yang terdiri dari 7.109 pulau tropis dengan luas total wilayah 29.629.000 hektare dan terdiri atas beragam etnis, bahasa dan agama. Meskipun demikian negara ini mayoritas penduduknya beragama katolik. Menurut sensusu tahun 1990 junlah kelompok muslim adalah 5 % dari keseluruhan penduduk Filipina yakni sekitar 2,8 juta jiwa dari populasi 65 juta penduduk. Sementara sumber lain menyebutkan jumlahnya 7 juta orang atau 10 % penduduk. Mereka Merupakan komunitas agama kedua terbesar di Filipina.
Jumlah ini cukup menjadikan mereka minoritas baik dari segi budaya maupun politik. Mereka bertempat tinggal di kawasan Filipina Selatan, khususnya di Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu. Umat Islam di sana sering disebut sebagai bangsa Moro. Menurut catatan sejarahnya, istilah Moro merujuk kepada Moor, Moriscor atau Muslim. Kata Moor berasal dari kata latin Mauri sebuah istilah yang sering kali digunakan orang-orang Romawi Kuno untuk menyebutkan penduduk wilayah Aljazair barat dan maroko. Ketika bangasa Spanyol tiba di wilayah di wilayah Filipina dan menemukan sebuah bangsa yang memiliki agama dan adat istiadat seperti orang-orang Moor di Spanyol, maka mereka mulai menyebut orang-orang tersebut dengan istilah Moro.
Islam masuk ke Filipina selatan tidak lama setelah Islam berkembang di dunia Melayu. Islam sudah berkembang di beberapa kepulauan, khususnya Sulu di perempat terakhir bad ke-13. ini beratri kedatangan Islam ke sana jauh lebih awal dibandingkan kedatangan bangsa kolonial, khususnya Spanyol.
Sumber dari kedatangan Islam bisa ditelusuri lewat Tarsila. Walaupun banyak mengandung mitos tapi tarsila cukup kronologis untuk menjelaskan asal mula dan perkembanagn awal Islam Moro.islam berkembang melalui jalan perdagangan dan disebarkan melalui para dai yang di kawasan Filipina Selatan dikenal dengan sebutan Masya'lik, Makdumin dan Auliya. Pada abad ke-14 terjadi proses Islamisasi dalam bidang pendidikan dan abad ke-15 terjadi pengaruh politik dari para pedagang Melayu.
Kedatangan bangsa Spanyol pada tahun 1565 ke Filipina untuk mendirikan koloni dengan segala nuansa kristennya sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan budaya Filipina secara langsung maupun tidak langsung. Proses islamisasi terhambat penyebaran Islam hanya sampai di Sulu dan Mindanao.
2)      Politik dan kebangkitan Islam Philipina
Wilayah Mindanao dan Sulu di Selatan Filipina tidak pernah bisa ditundukkan oleh pasukan Spanyol. Namun demikian, Spanyol tetap menganggapnya sebagai bagian dari koloninya. Hal ini terbukti dengan ditanda tanganinya Traktat Paris pada tahun 1898 yang mengalihkan hak penguasaan wilayah Filipina termasuk daerah Selatan kepada Amerika Serikat dengan harga 20 juta dolar AS. Sejak itu Amerika mengambil alih kekuasaan di Filipina. Kemerdekaan Filipina baru terjadi tahun 1946. namun kemerdekaaan itu tidak berpengaruh banyak bagi status politik dan kesejahteraan bangsa Moro.setelah merdeka otomatis pemerintahan dikendalikan oleh orang-orang katolik di Filipina Utara.
Perbenturan yang terjadi antara kelompok Islam dan kekuatan Barat dan juga pemerintahan Filipina seringkali menumbuhkan kesadaran di kalangan muslim Filipina akan pentingnya merepresentasikan nilai-nilai dan simbol umat Islam, seperti yang pernah mereka miliki lewat kesultanan Islam di Filipina Selatan.
Penindasan terhadap kaum muslim Moro terjadi pada amasa kekuasaan Ferdinand Marcos di tahun 1965. hal ini menyebabkan munculnya gerakan perjuangan bangsa Moro seperi Muslim Independen Movement (MIM) yang didirikan oleh Udtog Matalam, pada tahun 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada tahun 1971. karena perbedaan vsi maka MLF pecah menjadi dua, yakni kelompok nasionali sekuler pimpinan Nur Misuari yang mendirikan Moro National Liberation Front (MILF) dan kelompok Moro Islamic Liberation front (MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat. Dalam perjalanannya MNLF pun pecah lagi menjadi kelompok MNLF Reformasi di bawah pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf di bawah pimpinan Abdurrahman Janjalani (1993).secara umum kebangkitan Islam di Filipina berkembang dalam dua paradigma: pertama, pradigma radikal yang dikembangkan oleh para aktivis MNLF, yang semula merupakan kelompok minoritas di kalangan umat Islam. MNLF pernah mengeluarkan manifesto yang menyerukan kemerdekaan bangsa Moro.

Kedua, pandangan moderat yang menginginkan adanya berbagai perubahan sosial dalam konteks lebih luas. Sikap politik bangsa Filipina dalam menghadapi tuntutan bangsa Moro sangat jelas. Mereka tidak mungkin akan membiarkan orang-orang Islam memisahkan dan memerdekakan diri. Meskipun akhirnya dalam perkembanagn terakhir politik nasional Filipina orang-orang Moro diberikan otonomi, hal ini tidak menghilangkan potensi konflik yang bisa muncul kembali.
Pada tanggal 16 Agustus 1996, wakil-wakil dari MNLF dan pemerintah Filipina sepakat bertemu dan merundingkan rencana perdamaian di Istana Merdeka, jakarta. Selanjutnya tanggal 2 September 1996, naskah perjanjian perdamaian ditandatangani oleh Nur misuari (Ketua MNLF) dan Fidel Ramos (Presiden Filipina) di Manila.
3)      Perkembanagan ekonomi, sosial dan budaya
Masyarakat muslim terkonsentrasi di wilayah otonom Filipina Selatan. Mereka ada di kepulauan Mindanao, daerah ujung selatan Palawan, dan gugusan kepulauan Sulu. Secara etnis dan bahasa mereka setidaknya terdiri dari tiga belas kelompok bahasa. Mereka berkedudukan di 13 propinsi yang berada di empat wilayah perundang-undangan yang berbeda.
Dari segi etnis, tiga suku diantaranya yakni, suku maranao, tausug dan Manguindanao merupakan kelompok etnis muslim terbesar di kawasan ini memiliki penduduk muslim sekitar 75 % dari jumlah total penduduk muslim di Filipina.
Dilihat dari jenis, setidaknya sampai 1970-an, masyarakat muslim Filipina tidak banyak yang berbeda dari warga lainnya. Mayoritas dari mereka menekuni bidang pertanian, perikanan, dan ekonomi yang berbasis pada hutan. Kaum muslim Manguindanau banyak ayang bertani sawah, sedangkan masyarakat maranau dikenal sebagai pengrajin kuningan dan tenunan, selain bertanam padi dan jagung di pegunungan. Sebagian mereka juga dikenal sebagai pedagang yang terkenal sampai ke pelosok-pelosok Filipina.
Orang Tausug yang tinggal di pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan, hampir sama dengan sebagian masyarakat Iranun, kalagan, dan Samal pesisir.fenomena yang agak berbeda terdapat pada orang-orang tagalog Islam yang karena mengalami proses urbanisasi besar-besaran, telah beralih menjadi pekerja profesional baik di kantor maupun pabrik di daerah perkotaan.
4)      Perkembangan keagamaan
Ketika konflik ketegangan antara kelompok Islam di Filipina secara keseluruhan. Mereda, terjadi perkembanagan yang menarikdalam Islam di Filipina. Mislanya, kantor Urusan Agama Islam (OCIA) dianggap sebagai simbol perhatian pemerintah Filipina terhadap maslah umat Islam. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan Institute of Asian and Islamic Studies di Mindanao State University. Kemudian, nama lembaga kajian ini diubah menjadi King Faisal Center for Islamic and Arabic Studies.
Respons yang positif dari pemerintah Filipina juga diberikan pada bidang-bidang lainnya. Pada 1973, pemerintah mendirikan Philipine Amanah bank, sebuah bank komersial yang bermarkas di manila untuk mengembangkan berbagai aspek perekonomian masyarakat Islam seperti pertanian, pabrik, pertambangan, transfortasi dan industri.
  1. Muslim Cham
1)      Sejarah awal Islam di Cham
Bangsa Muslim Cham atau Champa merupakan masyarakat Asia Tenggara yang beragama Islam selain bangsa yang berlatar belakang etnis Melayu. Mereka tersebar di Vietnam, Kampuchea, dan Thailand. Masyarakat Cham merupakan keturunan dari bangsa Cham terdahulu, baik muslim, di zaman Kerajaan Champa (192-1471). Dalam sejarah Indonesia pengaruh dari hubungan Champa dengan kerajaan majapahit dikenal dengan baik. Kerajaan ini hamcur tahun 1471 oleh pasukan Vietnam yang mengkibatkan mereka tercerai berai. Mayoritas mereka hidup di desa-desa padat.
Di Vietnam generasi awal paling awal mereka menempati kawasan pantai Phan Rang (Pandarunga)dan Nha Trang, wilayah Thun Hai. Dalam Sejarahnya masyarakat Cham yang ada di Kampuchea merupakan kelanjutan dari kelanjutan dari pelarian bangsa Champa pada tahun 1471. mereka mendirikan pemukiman seperti yang yterdapat di daerah Kampong Chnang dan Kampong Cham, kawasan yang dialiri sungai Mekong sebelah utara kota Phnom Penh.
Meskipun minoritas, masyarakat Islam Cham mengembangakn struktur kemasyarakatan berdasarkan tradisi Islam. Dalam hierarki dan organisasi keagamaan misalnya mufti menduduki tempat tertinggi disusul kemudian oleh tuan kadi, fakih dan raya kadi.
2)      Perkembangan sosial, Ekonomi dan budaya
Dewasa ini, mata pencaharian mereka bertumpu pada sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perdagangan. Masyarakat muslim Cham di Vietnam banayak tinggal terisolasi di berbagai kawasan. Aspek sosial dan ekonomi tidak jauh berbeda dengan masyarakat Vietnam pada umumnya. Mereka hidup sebagai nelayan, banyak diantara mereka yang menjadipetani dalam bidang sayuran, dan pembudidayaan kapas. Usaha di bidang peterbnakan juga jasa transportasi air, dan perdagangan. Jumlah kaum muslim di kawasan ini sekitar 700.000 jiwa.
Di Thailand kebanyakan masyarakat Cham tinggal di kota-kota besar teruama Bangkok. Mereka telah berubah menjadi masyarakat urban dan melepaskan ekononomi pertanian kemudian berganti dengan profesi masyarakat kota seperti berdagang dan bertenun kain secara modern.
Kampuchea merupakan pusat masyarakat muslim Cham terbesar. Menurut data statistik tahun 1995, terdapat sedikitnya 200.000 orang di kawasan ini. Angka ini jauh dibawah jumlah mereka sebelum pembantai masal yang kerap terjadi pada masa Pol Pot (1975-1979). Mereka kebanayak juga bermata pencaharian sebagai petani.


3)      Perkembangan keagamaan
Dalam praktek keagamaan, seperti halnya kaum muslim di Asia Tenggara lainnya, masyarakat muslim Cham menganut Islam mazhab Suni. Sehubungan dengan banyaknya bantuan dari Timur Tengah dan dunia Islam, pemerintahan kampuchea sempat merasa khawatir terdapat gerakan keagmaan yang puritan dan fundamental.

Berbagai acara keagaamn seperti Idul Fitri, Idul Adha, serta Maulid Nabi seringkali dilaksanakan secara meriah. Hal ini menunjukkan secara agama dan budaya masyarakat muslim Cham sangat dekat dengan negara-negara muslim mayoritas di tetangganya.
Dewasa ini terdapat kecenderungan semakin banyak masyarakat muslim Cham yang mempelajari Islam secara baku dan formal.peran merka dalam kegiatan sosial keagamaan cukup menonjol. Hal seperti ini bisa ditemui dengan banyaknya pendirian masjid-masjid di daerah pesisir di Kamboja dan Vietnam.

 BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Problem yang dihadapi bangsa Pattani, Moro, dan Cham merupakan sebuah permasalahan panjang peralanan sejarah. Masalah kronis yang dihadapi berupa perlawanan bersenjata, dalam rangka untuk memisahkan dan memerdekakan masih terus terjadi. Harus diupayakan supaya negara-negara yang mayoritas non-muslim harus dapat memahami perkembangan Islam di negara masing-masing. Kasus-kasus Islam di Asia Tenggara khususnya yang minoritas terutama uyang penah terjadi di Thailand Selatan (Pattani), Filipina Selatan(Moro), dan Cham, di masa depan diharapkan tidak pernah terjadi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar