Jumat, 15 Oktober 2010

PENGARUH PEMIKIRAN AL-FARABI

Abu Nasr Muhammad al-Farabi lahir di Wasij, suatu desa difarab di tahun 870 M. Menurut keterangan ia berasal dari Turki dan orang tuanya adalah seorang jendral. Ia sendiri pernah menjadi hakim. Dari Farab ia kemudian pindah kebagdat, pusat ilmu pengetahuan di waktu itu. Di sana ia belajar  pada Abu Bisr Matta Ibnu Yunus (penerjemah) dan tinggal di bagdad selama 20 tahun. Kemudian ia pindah ke Aleppo dan tinggal di Istana saif. Al-daulah memutuskan perhatian pada ilmu pengetahuan dan falsafat. Istana saif daulah adalah tempat pertemuan ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filsafat diwaktu itu. Dalam umur 80 tahun al-Farabi wafat di Aleppo pada tahun 950 M.
Ia berkeyakinan bahwa filsafat tak boleh dibocorkan dan sampai ketangan orang awam. Oleh karena itu filosof harus menuliskan pendapat-pendapat atau filsafat mereka dalam gaya bahasa yang gelap, agar jangan dapat diketahui oleh sembarangan orang, dan dengan demikian iman serta keyakinan tidak menjadi kacau.
Juga ia berkeyakinan bahwa agama dan filsafat tidak bertentangan, malahan sama-sama membawa kepada kebenaran.
Isi-isi penting dari filsafat antara lain:
  1. Falsafat emanasi/pancaran.
Dengan filsafat ini al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari yang satu. Tuhan bersifat Mahasatu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Mahasempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakikat filsafat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari Mahasatu?menurut al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi.
Tuhan sebagai akal, berfikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbul suatu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang juga mempunyai subtansi. Ia disebut akal pertama yang bersifat tak materi. Wujud kedua ini berfikir tentang wujud pertama dan dari pemikiiran ini timbullah wujud ketiga disebut akal kedua.
Wujud kedua atau akal pertama itu juga berfikir tentang dirinya dan dari satu timbullah langit pertama.
Pada pemikiran wujud kesebelas atau akal kesepuluh, berhentilah terjadinya atau timbulnya akal-akal. Tetapi dari akal kesepuluh muncullah bumi serta roh-roh dan materi pertama yang menjadi dasar dari keempat unsure: api, udara, air dan tanah.
Jadinya ada sepuluh akal dan sembilan langit (dari teori yunani tentang sembilan langit/sphere) yang kekal berputar sekitar bumi. Akal kesepuluh mengatur dunia yang di tempati manusia ini. Tentang qidam (tidak bermulanya) atau barunya alam, al-Farabi mencela orang yang mengatakan bahwa alam ini menurut Aristoteles adalah kekal. Menurut al-Farabi alam terjadi dengan tak mempunyai permulaan dalam waktu, yaitu tidak terjadi secara berangsur-angsur tetapi sekaligus dengan tak berwaktu.
Alam terjadi melalui ciptaan sekaligus tanpa waktu oleh Tuhan yang Maha Agung.
Tidak jelas apa yang dimaksud al-Farabi. Sebagian penyelidik berpendapat bahwa bagi al-Farabi alam ini baru. Tetapi De Boer mengartikan dalam bagi al-Farabi Qadim (tidak bermula). Yang jelas bahwa materi asal dari alam memancarkan dari wujud Allah dan pemancaran itu terjadi dari qidam. Pemancaran diartikan penjadian. Materi dan alam dijadikan tapi mungkin sekali berfilsafat qidam.
Jiwa manusia sebagaiamana halnya dengan materi asal memancar dari akal kesepuluh. Sebagaimana Aristoteles ia juga berpendapat bahwa jiwa mempunyai daya-daya:
    1. Gerak.
1.      Makan.
2.      Memelihara
3.      Berkembang.
    1. Mengetahui.
1.      Merasa.
2.      Imajinasi.
    1. Berfikir.
1.      Akal praktis.
2.      Akal teoritis.

Daya berfikir terdiri dari tiga tingkatan:
                                 i.            Akal potensial baru mempunyai potensi berfikir dalam arti melepaskan arti-arti atau bentuk-bentuk dari materinya.
                               ii.            Akal actual telah adapat melepaskan arti-arti dari materinya, dan arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam akal dengan sebenarnya, bukan lagi dalam bentuk potensi, tetapi dalam bentuk actual.
                              iii.            Akal mustafad telah dapat menangkap bentuk semata-mata. Kalau akal actual hanya dapat menangkap arti-arti terlepas dari materi, akal muftafad sanggup menangkap bentuk semata-mata. Bentuk semata-mata ini berlainan dengan tidak pernah berada dalam materi untuk dapat dilepaskan dari materi. Bentuk semata-mata berada tanpa materi seperti akal kesepuluh dan Tuhan.

Akalpotensial menangkap bentuk-bentuk dari barang-barng yang dapat ditangkap dengan pancaindra, akal actual menagkap arti-arti dan konsep-konsep dan akal mustafad mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan atau menagkpa inspirasi dari akal yang atas dan diluar diri manusia yaitu akal kesepuluh yang diberi nama akal aktif. Yang didalamnya terdapat bentuk-bentuk segala-segala yang ada semenjak azal. Hubungan akal manusia dengan akal aktif sama dengan hubungan mata dengan matahari. Mata melihat karena ia menerima cahaya dari matahari, akal manusia dapat menangkap arti-arti dan bentuk-bentuk karena mendapat cahaya dari akal aktif.
  1. Falsafat kenabian.
Akal yang kesepuluh itu dapat disamakan dengan malaikat dalam paham islam. Filosof-filosof dapat mengetahui hakikat-hakikat karena pendapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Nabi atau Rasul demikian pula dapat menerima wahyu, karena mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan akal kesepuluh. Tetapi kedudukan Rasul atau Nabi lebih tinggi dari filosof. Rasul atau Nabi adalah pilihan dan komunikasi dengan akal kesepuluh terjadi bukan atas usaha sendiri,  tetapi atas pemberian dari tuhan. Filosof dapat mengadakan komunikasi itu atas usaha sendiri, yaitu dengan latihan da kontemplasi. Selanjutnya filosof dapat mengadakan komunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal, yaitu akal mustafad. Sedang Nabi atau Rasul, tidak perlu sampai mencapai atau memperoleh tingkat akal mustafad itu. Karena Nabi atau Rasul mengadakan kontak dengan akal kesepuluh bukan dengan akal. Malahan dengan daya pengetahuan yang disebut imajinasi yang  begitu kuat sehingga dapat berhubungan dengan akal kesepuluh tanpa latihan yang harus dijalani oleh para filosof. Dengan daya imajinasi yang kuat itu Rasul atau Nabi dapat melepaskan diri dari pengaruh pancaidra dan dari tuntunan badan. Sehingga Ia dapat bemusatkan perhatian dan mengadakan hubungan dengan akal kesepuluh. Daya imajinasi yang begitu kuat diberikan tuhan hanya kepada nabi-nabi an rasul-rasul.
Oleh karena filsosof dan Nabi atau Rasul mendapat pengetahuan mereka dari sumber yang satu yaitu akal kesepuluh, maka pengetahuan dalsafat dan wahyu yang diterima Nabi tak bertentangan. Mukjizat terjadi karena hubungan dengan akal kesepuluh dapat mewujudkan hal-hal yang berhubungan dengan akal kesepuluh dapat mewujudkan ha-hal yang bertentangan dengan kebiasaan.
Falsafat ini dikemukakan al-Farabi untuk menentang aliran yang tak percaya kepada Nabi atau Rasul (wahyu) sebagaimana yang dibawa oleh al-Razi dan lain-lain dizaman itu.
  1. Tiori politik.
Falsafat kenabian rapat hubungannya dengan teori politik al-Farabi. Uraian mengenai hal ini terdapat da;am bukunya ara ahl al-Maadinah al-Fadilah. Sebagaimana badan manusia, mempunyai bagian-bagian yang satu dengan yang lain rapat hubungannya dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang harus dijalankan untuk kepentingan keseluruhan badan. Dalam kota (masyarakat) kepada masing-masing anggota harus diberikan kerja yang sepadan dengan kesanggupan masing-masing. Pekerjaan yang terpenting dalam masyrakat ialah pekerjaan kepala masyarakat, yang dalam tubuh manusia serupa dengan pekerjaan akal. Kepalalah sumber dari segala peraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Ia harus bertubuh sehat dan kuat, pintar, cinta pada ilmu pengetahuan dan pada keadilan. Ia harus telah mempunyai akal dalam tingkat ketiga, akal mustafad yang telah dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh, pengatur bumi kita ini, sebaik-baik kepala ialah Nabi atau Rasul, kepala yang seperti inilah yang dapat mengadakan peraturan-peraturan yang baik dan berfaedah bagi masyarakat, sehingga masyarakat menjadi makmur dan baik, dan didalamnya angota-anggota dapat memperoleh kesenangan. Tugas kepala Negara, bukan hanya mengatur Negara tetapi mendidik manusia mempunyai akhlaq yang baik. Kalau sifat-sifat yang dekat menyerupai sifat-sifat nabi atau rasul tak terdapat dalam satu orang, tetapi dalam diri beberapa orang, maka Negara diserahkan kepada mereka dan diantar mereka mesti ada yang mempunyai sifat filosofis, adil, dan sebagainya.
Manusia bersifat social, tak dapat hidup sendiri. Kesenangan manusia dapat di capai hanya dalam hidup bermasyarakat dan semua manusia bekerja untuk kepentingan bersama.
Disamping ada angota-anggotanya yang bertujuan hanya mencari kemenagan jasmani. Kemudia ada lagi yang anggota-anggotanya mempunyai pengetahuan yang sama dengan anggota madinah fadilah tetapi kelakuakn mereka sama dengan anggota-anggota madinah jahiliyah.

Jiwa yang akan kekal ialah jiwa fadilah (mungkin yang hidup dimadinah fadilah yaitu jiwa yang berbuat baik, jiwa-jiwa yang dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Dan oleh karena itu tidak hancur dengan hancur-hancurnya badan. Adapun jiwa jahiliyah, jiwa yang tak mencapai kesempurnaan (mungkin yang hidup dalam madinah jahiliyah), belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi. Akan hancur-hancurnya badan. Dan jiwa yang tahu pada kesenangan tetapi menolaknya (mungkin yang hidup  dalam madinah fasiqiyah) tidak akan hancur dan akan kekal dalam kesengsaraan. Surga dan neraka bagi al-farabi adalah soal seperitual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar